Tuhan Yang Maha Esa. Powered by Blogger.
RSS

Menjaga NKRI, dari kelompok fundamentalis



 "yang beda jangan disama-samakan, yang sama jangan dibeda-bedakan- Gus Dur"

Beberapa waktu lalu sempat dikejutkan adanya video pemuda kelahiran pasuruan merupakan salah satu angota ISIS yang isinya menantang unsure TNI, POLRI maupun Banser. Ini menjadi sebuah perhatian bersama ketika Unsur-unsur dari keamanan, pertahanan di Negeri ini sudah dilecehkan dengan sedemikian rupa. Ketika kelompok Ekstrimis  sudah mulai eksis dan cukup berani memberikan statement seperti itu tentunya kalau dibiarkan terus menerus akan mengganggu stabilitas dalam negeri. Pemuda yang sekaligus menjadi benteng utama justru telah teracuni oleh gerakan-gerakan fundamentalis. Yang sampai saat ini telah mereduksi nilai-nilai universal kemanusiaan, misal terorisme, radikalisme dan gerakan formalisasi syariah.
Apabila tidak dilakukan gerakan-gerakan Preventif keutuhan Negara ini bisa terancam. Bagaimana pun juga kita harus menghormati dan menghargai jasa ulama yang telah berjuang mempertahankan Negara. misal seperti Wachid hasyim yang merupakan anggota tim Sembilan perumus piagam Jakarta yang menjadi cikal-bakal pembukaan UUD 1945. Perdebatan yang panjang mengenai isi piagam Jakarta tersebut tentang poin pertama yang isinya “ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat islam bagi pemeluknya”.  Kiai wachid hasyim menyadari bahwa orang-orang negeri ini tidak hanya pemeluk islam saja, sehingga demi kepentingan nasional beliau menghendaki untuk mengganti poin pertama piagam Jakarta tersebut menjadi “ketuhanan yang maha esa”. Peran ulama yang lainnya yaitu resolusi jihad yang dikeluarkan oleh kiai hasyim as’ary. Hingga akhirnya perlawanan yang dipimpin oleh Bung tomo disurabaya pada tanggal 10 november di Surabaya.
Kita sebagai generasi muda yang telah diwarisi ini semua, seharusnya mampu menjaga warisan ulama terkait NKRI ini. Dengan mengaplikasikan ajaran-ajarannya yaitu “AHLUSSUNNAH WAL JAMAAH”  atau yang lebih kita kenal dengan ASWAJA. Tetapi selama ini pemahaman ASWAJA hanya terjebak pada sejumlah pemikiran 4 mazhab, imam maliki, imam syafi’I, imam hanafi dan imam hambali. Sehingga terkesan kaku terbatas pada pemikiran-pemikiran tersebut. Sehingga masih dirasa kurang apabila dijadikan sebagai modal pergerakan untuk menjaga Republik ini.
Di PMII sendiri memaknai ASWAJA menjadi 2, yang pertama ASWAJA sebagai manhajul fikr yaitu sebagai sebuah metode berfikir, dan yang kedua ASWAJA sebagai manhaj taghayur al-ijtima’I yaitu sebuah pola perubahan sosial-kemasyarakatan yang sesuai dengan ruh perjuangan rasulullah dan para sahabatnya. Dari dua makna tersebut dalam pergerakannya berlandaskan moderat (tawasuth), toleran (tasamuh), keseimbangan (tawazun), dan keadilan (ta’adul). Kesemuanya itu apabila dijelaskan satu persatu dirasa sudah cukupmewakili semuanya dalam rangka membawa  islam “rahmatan lil ‘alamin”  sebagai modal untuk mempertahankan NKRI dari gerakan-gerakan fundamentalis, yang salah satunya mengusung adanya khilafah islamiyah, yang sangat bertentangan dengan dasar Negara ini pancasila. Yang mencoba menyeragamkan semuanya. Mereka lupa dengan ke-bhinekaan kita. Kita harus mengesampingkan perbedaan yang ada. Menyuplik kata-kata gus dur “yang beda jangan disama-samakan, yang sama jangan dibeda-bedakan”. Selain itu yang perlu diambil pelajaran dari gus dur yaitu pentingnya humanism, bagaimana memanusiakan-manusia. Disini mencoba membawakan islam sebagai ajaran yan ramah bukannya islam yang marah-marah. Dengan terjalinnya rasa kemanusiaan yang tinggi otomatis tujuan bersama kita dalam menjaga NKRI dapat terwujud. Sesuai tag line di medsos dalam menyambut milad NU yang ke 89, yaitu NU mengabdi pada bangsa, NKRI harga mati.  Dan yang perlu jadi PR kita bersama yaitu menjaga PBNU (Pancasila, Bhinneka tunggal Ika, NKRI, dan UUD 1945), sekian……

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read User's Comments0